“Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Maraknya Konsumsi Daging Anjing dan Kucing”
Informasi Umum Kesejahteraan hewan saat ini merupakan salah satu isu penting yang menjadi perhatian nasional dan internasional. Kesejahteraan hewan bukanlah isu baru di Indonesia karena telah diakui oleh hukum pidana sejak zaman kolonial Belanda dan dituangkan juga dalam peraturan perundangan RI. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Juncto Undang-Undang 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 67 bahwa penyelenggaraan kesejahteraan hewan dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah bersama masyarakat. Sampai saat ini belum ada aturan yang jelas yang menyatakan secara khusus bahwa daging anjing dan kucing bukan untuk dikonsumsi, namun demikian beberapa pendekatan untuk menjelaskan kepada masyarakat dalam hal memperketat pengawasan peredaran daging anjing dapat menggunakan beberapa pendekatan diantaranya definisi pangan (Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan), aspek penyakit zoonotik, aspek hukum, aspek pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan (http://kesmavet.ditjenpkh.pertanian.go.id/index.php/berita/berita-2/205-tomohon). Konsumsi daging anjing di Indonesia masih terjadi di beberapa wilayah khusus oleh kalangan tertentu seperti di Sumatera Utara, Manado, Maluku, Jogja, Solo, dan DKI. Pemerintah perlu berhati-hati dalam mengatur hal ini mengingat banyak dimensi (etnis, hukum, ekonomi, budaya, dan SARA bahkan politik) yang menjadi bahan pertimbangan. Disamping itu lapangan pekerjaan baru bagi pedagang anjing/penjual daging anjing yang telah menghidupi diri dan keluarganya juga menjadikan pertimbangan tersendiri yang perlu mendapatkan solusi bersama terkait problema konsumsi daging anjing ini. Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam menyikapi perdagangan daging anjing dan kucing di Indonesia yaitu : 1.Ditjen Peternakan dan kesehatan hewan telah membuat Surat Edaran Nomor 9874/SE/pk.420/F/09/2018 tentang Peningkatan Pengawasan Terhadap Peredaran/Perdagangan Daging Anjing (dapat di unduh pada link berikut : http://kesmavet.ditjenpkh. pertanian.go.id/index.php/regulasi-2/category/6-peraturan-lainnya); 2. Menanggapi surat – surat terkait perdagangan daging anjing baik yang berasal dari dalam dan luar negeri masyarakat/Non Government Organization (NGO) seperti : Kemensetneg, Setkab, Kemenlu, KBRI Canbera, KBRI Inggris, KBRI Brussel, USA, Belanda, JAAN, DMFI, Republik Gugug, LAR, dll; 3. Melakukan komunikasi, infornasi dan edukasi (KIE) terkait perdagangan daging anjing baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun NGO dalam bentuk seminar, talkshow, aksi, petisi, dll; dan 4. Mensuport Pemerintah Daerah menyusun Peraturan Daerah terkait perdagangan daging anjing. Sampai saat ini ada beberapa daerah yang telah memiliki Perda terkait hal tersebut yaitu : a. Bali; o Peraturan Desa Sanuar Kaja Nomor 3 tahun 2018 terkait larangan perdagangan daging anjing o Peraturan Desa adat Kapal (Bali) Nomor 81/DAK/XI/2018 terkait perdagangan daging anjing b. Kalimantan Barat; Surat Edaran terkait pelarangan konsumsi daging anjing Kabupaten Singkawang-Kalbar; c. DKI; SE Pemda Provinsi DKI Jakarta Nomor 26 tahun 2018 tentang Peningkatan Pengawasan Terhadap Peredaran / Perdagangan Daging Anjing (tertanggal 12 Oktober 2018) d. Lampung; Surat Edaran Larangan Pemotongan Daging Anjing Kota Metro (Lampung) e. Jawa Tengah; Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 74/2019 tentang Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner di Rumah Potong Hewan dan Penjualan Produk dari Hewan; dan f. Daerah-daerah lainnya; sedang berupaya menyesuaikan kebijakan yang berlaku di daerahnya. 5. Melakukan KAP Survei (Knowledge, Attitude, Practice) terhadap situasi perdagangan daging anjing di Indonesia sebagai pertimbangan kebijakan. Hasil KAP tersebut dapat di unduh dalam link https://drive.google.com/file/d/1I-kmmOzb6W6eszMWyVCupcn_4jMfJiCl/view dalam Prosiding Penyidikan Penyakit Hewan yang berjudul Situasi Perdagangan Daging Anjing di Indonesia (halaman 423); Pendekatan-Pendekatan Yang Mungkin Dapat Dilakukan Saat Ini Mengatasi perdagangan daging anjing dan kucing yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia perlu mempertimbangkan berbagai aspek kompleks seperti ekonomi, sosial, politik, budaya, dan SARA. Perdagangan daging anjing tidak dapat dihentikan begitu saja dengan sebuah kebijakan, tetapi memerlukan pendekatan tindakan yang komprehensif seperti pembuatan peraturan daerah dan mencarikan alternatif lapangan pekerjaan baru bagi pedagang daging anjing dan kucing. a. Aksi fisik menolak perdagangan daging anjing dan kucing bukan merupakan langkah utama yang tepat untuk mengakhiri perdagangan daging anjing dan kucing, kegiatan KIE kepada masyarakat merupakan pilihan yang lebih tepat senagai bentuk pendekatan merubah sikap dan perilaku. Menurut hasil survey KAP menunjukkan bahwa perlunya intervensi tingkat tinggi (mendesak) untuk merubah perilaku dan tingkat sedang untuk sikap pedagang sedangkan intervensi tingkat rendah untuk pengetahuan dalam mengatasi perdagangan daging anjing. b.Pendekatan aturan yang digunakan untuk mengatasi perdagangan daging anjing yaitu Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, undang-undang Nomor 18/2009 jo UU no 14/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, PP Nomor 95/2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, PP Nomor 47/2014 tentang Pengendalian Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan dan KUHP 302 terkait ancaman hukuman tindakan penganiayaan hewan. Perlu dilakukan reformasi hukum khususnya KUHP 302 mengingat masih rendahnya hukuman yang ditetapkan terkait pelanggaran penyimpangan aspek kesejahteraan hewan, sehingga perlindungan hukum terhadap penyimpangan aspek kesejahteraan hewan dapat sesuai dengan tuntutan jaman/keadaan pada saat ini. c. Pendekatan pengetatan perdagangan daging anjing berkaitan dengan unsur SARA perlu dikaji lebih dalam mengingat sesuai Undang-Undang Nomor 18/2009 jo UU no 14/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 61 ayat (4) bahwa pemotongan hewan untuk acara khusus keagamaan dan adat istiadat merupakan pengecualian. d. Perlu melakukan monitoring, pemetaan dan memperketat perdagangan daging anjing berbasis pengendalian penyakit hewan, lalulintas hewan, penerbitan sertifikat veteriner (SKKH) dan kontrol check point serta meningkatkan koordinasi dengan daerah pemasok. e. Sampai saat ini regulasi spesifik yang menyatakan pelarang konsumsi daging anjing belum ada, sehingga Pemerintah Daerah kesulitan mencari landasan dasar hukum yang tepat. Oleh karena itu, perlu bersama-sama mengajak masyarakat mengatasi problema ini secara bijak. Hal ini telah dilakukan oleh pemerintah maupun NGO dan terus menerus mendorong Pemda agar menyusun peraturan Peraturan Daerah atau kebijakan di daerahnya dimana hal ini sangat terkait dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (otonomi daerah). Pemerintah juga menyadari bahwa penerapan kesejahteraan hewan di Indonesia belum maksimal. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya membangun kerjasama dengan pihak – pihak yang sejalan dengan semangat mengatasi keadaan agar menjadi lebih baik. Pemerintah juga meminta langkah nyata dari seluruh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pemerhati hewan untuk membantu pemerintah mengedukasi masyarakat serta membantu pengendalian populasi anjing liar yang merupakan akar masalah terkait kejadian rabies di beberapa wilayah di Indonesia.Diperlukan waktu yang cukup untuk menyadarkan masyarakat dalam menyikapi isu-isu penyimpangan kesejahteraan hewan yang terjadi dilapangan. Kita optimis bahwa “Perkembangan penerapan kesejahteraan hewan di Indonesia akan berupa EVOLUSI bukan REVOLUSI”(red’2021). Kolom Layanan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner (KOLAM Kesmavet)
Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 mengamanatkan bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karenanya negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Pangan yang dikonsumsi masyarakat pada dasarnya melalui suatu mata rantai proses yang meliputi produksi, penyimpanan, pengangkutan, peredaran hingga tiba di tangan konsumen. Oleh karena itu, untuk mencegah dan mengurangi risiko yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, kegiatan pengawasan keamanan menjadi sangat penting agar keseluruhan mata rantai tersebut memenuhi persyaratan Keamanan Pangan, Mutu Pangan, dan Gizi Pangan. Sejalan dengan hal tersebut, untuk mewujudkan jaminan keamanan pangan asal hewan, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 Juncto Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, juga mengamanatkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, dan pengujian dalam rangka menjamin Produk Hewan yang aman sehat utuh dan halal (ASUH) bagi masyarakat. Selanjutnya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, mengamanatkan adanya pembagian tugas dalam penyelenggaraan pengawasan pangan segar dan pangan Olahan. Pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan Keamanan Pangan, Mutu Pangan, dan Gizi Pangan untuk Pangan Segar, dalam hal ini pangan segar asal hewan dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, gubernur, dan/atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. Memasuki era revolusi industri 4.0, kecepatan penyebaran informasi menjadi semakin cepat, memberikan dampak pada efisiensi dan kemudahan bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup. Industri pangan saat ini, berkembang ke arah “konsep smart industry”, dimana semua elemen terkoneksi secara elektronik, mulai dari penawaran sampai dengan transaksi pembayaran. Sehingga menawarkan layanan yang semakin memudahkan bagi masyarakat konsumen tanpa harus bertatap muka dengan penyedia layanan tidak terkecuali untuk pangan segar asal hewan. Akan tetapi di sisi lain, hal ini tentu memberikan dampak dan tantangan yang semakin komplek dalam hal pengawasan serta penjaminan keamanan dan mutu pangan segar asal hewan bagi masyarakat. Meningkatnya pertumbuhan e-commerce yang begitu cepat dimana produk hewan dapat dipasarkan melalui dunia maya, jika tidak didukung dengan regulasi dan kebijakan pengawasan yang tepat, tentunya dapat merugikan masyarakat/konsumen terutama terkait dengan keamanan produk hewan tersebut. Selain itu, tantangan berat lainnya adalah informasi hoax yang mudah viral di dunia maya yang dapat menyebabkan kepanikan masyarakat dan berdampak pada persaingan usaha yang tidak sehat. Memasuki era revolusi industri 4.0 dengan segala tantangannya, diperlukan harmonisasi kebijakan dan sinergitas pengawasan dengan Kementerian/Lembaga/Instansi lainnya mulai dari tingkat Pusat hingga daerah. Pemerintah tentunya harus lebih adaptif dan inovatif dalam mengimplementasikan kebijakan pengawasan keamanan pangan. Selain itu peran aktif masyarakat tentunya sangat dibutuhkan, dengan harapan masyarakat harus lebih cerdas dan bijak dalam memilih pangan segar asal hewan yang aman dan layak untuk dikonsumsi serta menyikapi informasi di media sosial dengan mencari kebenaran informasi, atau melaporkan melalui saluran pengaduan masyarakat yang telah disiapkan. Untuk memudahkan masyarakat dalam hal pengaduan terkait penyimpangan keamanan pangan segar asal hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian telah meluncurkan Aplikasi Kolom Laporan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner (KOLAM) yang terintegrasi dalam aplikasi Digital Pelayanan dan Pelaporan Kesehatan Masyarakat Veteriner (DILAN KESMAVET). Diharapkan melalui aplikasi KOLAM Kesmavet ini yang mulai dikembangkan sejak akhir tahun 2019 ini dapat memudahkan masyarakat untuk terlibat aktif dalam mengawasi keamanan produk hewan yang beredar. Hal ini kembali sejalan dengan dengan amanat Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012, dimana masyarakat dapat berperan serta dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan diantaranya melalui pengawasan kelancaran penyelenggaraan Keamanan Pangan. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah diharapkan dapat mendorong peran serta masyarakat baik dalam menyampaikan permasalahan, masukan, dan/atau cara penyelesaian masalah pangan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah karena keamanan pangan sejatinya adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat. Peran NKV dalam Meningkatkan Jaminan Keamanan Pangan dan Daya Saing Menuju Inisiasi Eksport serta Pengendalian Antimicrobial Resistance (AMR)
Dalam rangka pemperingati pekan kesadaran resistesi antimikroba (AMR) sedunia Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung bekerja sama dengan FAO Ectad dan Asosiasi Petelur Peternak Nasional (PPN) Lampung mengundang Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner untuk turut mensukses kegiatan Webinar sebagai salah satu Narasumber. Webinar tersebut mengambil Tema “Pangan Asal Hewan ber NKV: Meningkatkan Jaminan Keamanan Pangan dan Daya Saing Menuju Inisiasi Eksport” Dalam Kegiatan tersebut Hadir Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai Narasumber. Kegiatan dilaksanakan di Aula Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung pada hari senin tanggal 23 November 2020. Di Webinar tersebut dibahas tentang Kebijakan penjaminan kemanan pangan oleh pemerintah melalui sertifikasi NKV. Di jelaskan juga bahwa Sertifikasi NKV sangat berperan penting dalam upaya pengendalian resistensi antimikroba. Sertifikasi NKV mendukung National Action Plan (NAP) pengendalian AMR melalui mengurangi insidens infeksi dengan penerapan dan penilaian higiene sanitasi, good veterinary practices serta biosecurity di unit usaha budidaya khususnya unit usaha budidaya ayam petelur dan ternak perah. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat di unit usaha budidaya akan memicu timbulnya resistensi antimikroba. Resistensi antimikroba akan berdampak terhadap kemampuan dalam mengendalikan penyakit infeksi di unit usaha budidaya yang akan berdampak buruk terhadap kesehatan manusia, ternak dan berimplikasi terhadap ketahanan dan keamanan pangan. Tanpa adanya upaya pengendalian global, AMR diprediksi akan menjadi pembunuh nomor 1 di dunia pada tahun 2050, dengan tingkat kematian mencapai 10 juta jiwa per tahun, melampaui penyakit jantung, kanker dan diabetes, serta dapat menimbulkan krisis ekonomi global. AMR hanya dapat dikendalikan dengan peran semua pihak sehingga penting untuk menerapkan pendekatan “One Health” dengan melibatkan sektor kesehatan, pertanian (termasuk peternakan dan kesehatan hewan) serta lingkungan. Penanganan AMR membutuhkan pendekatan yang multi dimensi, multi faktor, dan multi stakeholder. Pada kegiatan ini juga dilakukan penyerahan sertifikat NKV kepada 9 unit usaha budidaya unggas petelur di provinsi lampung oleh Direktur Kesmavet dan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. Unit usaha yang mendapatkan sertifikat NKV antara lain: 1 unit usaha baru dengan NKV level 1 dan 4 unit usaha yang naik ke level 1 yaitu PT. Sumber protein Unggul, CV. Sekuntum Indoherbal’s alami, CV. Bisco, CV Ayyomi, dan Hanura Farm. Sertifikat NKV juga diserahkan kepada 4 unit usaha ber NKV level 2 yaitu: CV Bumi Rahayu, Sumber Sari Farm, Adi Jaya Farm dan CV Sumber Proteina Farm. Sertifikasi NKV selain sebagai salah satu bentuk jaminan produk hewan yang ASUH dari Pemerintah dan Unit Usaha yang beredar di dalam negeri maupun yang akan diekspor ke luar negeri, NKV juga penting bagi traceability produk hewan dan dapat meingkatkan daya saing produk. Regulasi Pemerintah mewajibkan unit usaha memiliki NKV level 1 sebelum ditetapkan sebagai unit usaha yang dapat mengekspor produk hewan melalui mekanisme harmonisasi dan verifikasi. Sampai taun 2020 sudah 2767 unit usaha yang sudah berNKV dan 518 adalah unit usaha ber NKV level 1. Hari Rabies Sedunia 2020: ” Edukasi Webinar Drama Anak “Aku dan Hewan Kesayanganku Bebas Rabies”
Jakarta, 24 September 2020 – Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Ditjen Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), FAO ECTAD, dan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengadakan kampanye rabies kepada 481 Sekolah Dasar siswa/i di Kalimantan Barat serta provinsi lainnya yang mendaftar melalui saluran Youtube Ditkesmavet. Kampanye rabies ini dikemas dalam bentuk pentas drama virtual anak "Aku dan Hewan Kesayanganku Bebas Rabies" yang memberikan informasi tentang seputar rabies. Apa itu rabies, bahaya rabies, tindakan yang dilakukan jika digigit hewan penular rabies, cara menghindari gigitan anjing serta memelihara hewan kesayangan yang baik melalui konsultasi ke dokter hewan dan pentingnya vaksinasi rabies secara rutin pada hewan. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc mengatakan edukasi tentang rabies khususnya kepada anak-anak usia sekolah dasar di Kalimantan Barat sebagai daerah endemis ini sangat penting. Pasalnya, mayoritas korban gigitan rabies adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun. "Rabies ini merupakan salah satu zoonosis yang mematikan di dunia. Setiap sembilan menit satu orang meninggal. Bahaya sekali," ujar Nasrullah. Bedasarkan informasi dari Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), setiap sembilan menit satu orang meninggal dunia karena rabies. Sementara setiap tahun, rabies membunuh hampir 59.000 orang di seluruh dunia. Dan lebih dari 95% kasus rabies pada manusia akibat gigitan anjing yang terifeksi rabies. Walaupun mematikan, rabies pada manusia 100% dapat dicegah. Vaksinasi anjing terhadap rabies merupakan cara yang terbaik dalam mencegah penularan rabies dari hewan ke manusia, yaitu dengan melakukan vaksinasi setidaknya 70% dari populasi anjing. "Jika itu dilakukan kita dapat mencegah penularan rabies dari hewan ke manusia," ucap Nasrullah. "Salah satu upaya yang dilakukan adalah peningkatan partisipasi masyarakat dengan memperhatikan kesehatan lingkungan dan kesejahteraan hewan," ujar Syamsul. Ia menambahkan bahwa sebagai wujud tanggungjawab kepada hewan peliharaan, maka setiap orang yang memiliki atau memelihara hewan wajib menjaga dan mengamati kesehatan hewan dan menjaga kebersihan serta kesehatan lingkungannya. Jika mengetahui terjadinya kasus zoonosis misalnya rabies pada manusia dan/atau hewan, wajib melaporkan kepada petugas yang berwenang baik itu petugas kesehatan maupun petugas kesehatan hewan. Sementara itu, Wakil Gubernur Kalimantan Barat Drs. H. Ria Norsan, MM, MH, sangat mengapresiasi bahwa kegiatan edukasi rabies kepada anak-anak sekolah dasar dalam rangka Peringatan hari rabies Sedunia tahun 2020 ini dilaksanakan di wilayahnya. Mengingat Kalimantan Barat merupakan salah satu daerah endemis rabies di Indonesia. Norsan menerangkan pada Bulan Agustus 2014 Kalimantan Barat pernah dinyatakan sebagai daerah bebas rabies. Namun, pada akhir tahun 2014 provinsi ini kembali dinyatakan sebagai daerah Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies setelah ditemukannya kasus gigitan anjing positif rabies di Kabupaten Ketapang, Melawi, dan terus menyebar ke seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Barat kecuali Kota Pontianak. “Kasus tertinggi terjadi tahun 2018 dengan jumlah korban meninggal sebanyak 25 orang dari 3.873 kasus gigitan. Pada tahun 2019, ada 14 orang korban meninggal dari 4.398 kasus gigitan. Di tahun 2020 tertanda sampai 21 September ini korban meninggal sebanyak 2 orang dari 1.398 kasus gigitan,” ungkapnya. Norsan mengharapkan agar edukasi tentang rabies ini dapat terus diingat oleh anak-anak. Sehingga tidak ada lagi anak-anak di Kalimantan Barat yang tertular rabies, sesuai dengan visi misi Kalimantan Barat, zero infeksi rabies tahun 2023. Team Leader a.i FAO ECTAD Luuk Schoonman menambahkan bahwa kegiatan KIE yang menargetkan anak-anak di sekolah dasar ini dapat menjadi pengingat kepada sekitarnya untuk saling menjaga kesehatan hewan agar terhindar dari penyakit rabies. Karena, anak-anak juga dapat menjadi agent of change dalam mengingatkan ancaman penyakit rabies kepada orang tua, saudara, maupun teman bermain di lingkungan disekitarnya. "Dengan metode penyampaian pesan yang dekat dengan dunia anak, seperti menyanyi dan pentas drama, diharapkan anak-anak dapat lebih mengerti tentang bahaya rabies dan pencegahan jika terjadi gigitan rabies,” ujar Luuk. Pelaksana Tugas Direktur Kantor Kesehatan USAID Indonesia Pamela Foster mengatakan, kasus penyakit rabies di Amerika Serikat juga masih tinggi. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa penyakit menular seperti rabies tidak mengenal batas wilayah dan menimbulkan ancaman serius bagi individu, negara, dan dunia. Pemerintah Amerika Serikat, melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) sendiri telah bermitra dengan Indonesia selama lebih dari sepuluh tahun sebagai bagian dari komitmen bersama terhadap Agenda Ketahanan Kesehatan Global. "Utamanya untuk mengendalikan dan mencegah penyakit menular. Peringatan Hari Rabies Sedunia tahun ini menggarisbawahi peran penting yang dapat dilakukan generasi muda untuk membantu mengatasi tantangan ini dan menjaga diri mereka tetap aman.” ucap Pamela. Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) juga menyambut baik adanya kegiatan sosialisasi rabies ini. Ia meminta sosialisasi dan edukasi terhadap bahaya rabies ini harus terus dilakukan secara masif untuk menjadikan Indonesia bebas rabies. “Gencarnya upaya sosialisasi dan pemahaman tentang bahaya rabies kepada masyarakat, diharapkan penyebaran virus rabies dapat dihentikan yang pada akhirnya target Indonesia bebas rabies akan tercapai,” harap Menteri SYL. --- Tentang Hari Rabies Sedunia 2020 Serangkaian kegiatan Hari Rabies Sedunia yang dilakukan secara virtual, terdiri dari lomba foto dan video rabies, pentas drama untuk anak-anak, konferensi pers kepada media, dan webinar acara puncak Hari Rabies Sedunia 2020. Seluruh rangkaian kegiatan ini difokuskan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya pemberantasan rabies di Indonesia. (gun) |
Sekapur SirihAssalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Kami dengan rasa gembira menyambut partisipasi Anda di situs web kami. Sejalan dengan semakin berkembangnya tuntutan masyarakat terhadap fungsi dan peran Kesehatan Masyarakat Veteriner serta seiring kemajuan teknologi informasi saat ini maka situs ini akan kami gunakan untuk melayani dan menghubungkan Anda dengan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Polling KesmavetMenjadi Direktorat yang Mampu Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Veteriner Profesional dalam Menjamin Kesehatan dan Ketentraman Bathin Masyarakat. PengunjungWe have 17 guests and no members online Video
Pengelolaan dan Pelaksanaan Kurban Yang Benar, Aman, dan Nyaman
-------------------------------------------------------------
Cara Memilih Hewan Kurban Yang Baik
-------------------------------------------------------------
Metode Perobohan dan Pemotongan Hewan (Sapi)
-------------------------------------------------------------
Desain Fasilitas Pemotongan Hewan Kurban(Portable)
-------------------------------------------------------------
Pemeriksaan Antemortem Postmortem
-------------------------------------------------------------
Kesejahteraan Hewan Kurban
-------------------------------------------------------------
Nomor Kontrol Veteriner (NKV)
-------------------------------------------------------------
Dialog Penerapan Kesejahteraan Hewan
-------------------------------------------------------------
Waspada Penyakit Zoonosis
-------------------------------------------------------------
Ayam dan Hormon
-------------------------------------------------------------
Penggunaan Antimikrobial Yang Bijak
-------------------------------------------------------------
Artikel Ilmiah Populer
Sebaran Pengunjung |