Menjadikan Pasokan Daging Sapi dan Unggas Tetap Stabil Serta Berkualitas ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) Melalui Penerapan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain System)
Oleh : drh. Imron Suandy, MVPH (Kepala Seksi Monitoring dan Surveilans) Produk hewan merupakan salah satu sumber pangan yang kaya akan protein yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang sehat dan cerdas. Akan tetapi rata-rata konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia diangka sekitar 10 kg/kapita/tahun, masih jauh tertinggal dari berbagai Negara lain bahkan di tingkat Asia. Hal ini tidak mengherankan jika Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2016 berada di peringkat 133 dari 188 Negara. Produk pangan asal hewan merupakan salah satu produk yang dikategorikan sebagai produk yang mudah rusak (perishable food) dan berpotensi membawa bahaya bagi kesehatan konsumen (potentially hazardous). Organisasi kesehatan hewan internasional dan FAO menyebutkan setidaknya ada sekitar 250 jenis penyakit di hewan yang dapat ditularkan melalui konsumsi pangan asal hewan baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kita dapat disimpulkan bahwa produk pangan asal hewan selain dipikirkan ketersediaanya, juga harus ditangani dengan baik untuk dapat menjadi bermanfaat dan terjamin sehat dan aman untuk dikonsumsi, dan ini sejalan dengan semangat pemerintah dalam upaya mencapai ketahanan dan kemandirian pangan khususnya produk pangan hewani di Indonesia. Konsumsi produk hewan semakin meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan masyarakat, hal ini memberikan tekanan tersendiri bagi pemerintah dan pelaku usaha produk hewan untuk dapat menjamin ketersediaan pasokan dan distribusi produk secara Nasional. Mengingat wilayah produksi di Indonesia yang terkonsentrasi di wilayah Jawa, maka dibutuhkan intervensi agar produk hewan yang diedarkan terjaga kualitas dan kemananannya mulai dari tempat produksi sampai dengan siap dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk itu pemerintah terus berupaya mendorong kesadaran stakeholders agar penerapan sistem rantai dingin (cold chain system) dalam penyediaan produk hewan dapat secara berkelanjutan diterapkan, disamping guna menjaga pasokan daging agar tetap stabil secara Nasional.Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Drh. Syamsul Ma’Arif M.Si meyampaikan “bahwa pada tahun 2014, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah melakukan kajian bekerjasama dengan para ahli di perguruan tinggi melalui Program Ketahanan Pangan kerjasama Pemerintah Indonesia dan Belanda, untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat menjadi kunci dalam penerapan sistem rantai dingin produk hewan, khusus untuk produk unggas potong yang dibutuhkan di wilayah DKI, hal ini juga dihubungkan dengan penerapan Perda Pemprov DKI No. 4 tahun 2007 terkait dengan pelarangan pemotongan unggas di daerah pemukiman”. Dari hasil kajian diidentifikasi bahwa pilihan masyarakat pada umumnya belum menuntut ke arah produk yang aman sebagai pilihan utama, beberapa masih berfikir bahwa harga dan kemudahan akses dalam memperoleh produk merupakan motif dalam membeli produk daging unggas. Disamping itu, pada umumnya masyarakat DKI berpendapat bahwa produk beku memiliki kualitas yang tidak sebaik dengan produk segar. Selama ini masyarakat sering salah mengartikan jika daging segar lebih terjamin kualitasnya daripada daging beku, padahal jika daging segar tersebut tidak segara diolah, maka berpotensi besar terjadinya kontaminasi mikroba yang membuat daging menjadi tidak sehat dan aman. Secara mikrobiologis, bakteri akan tumbuh baik pada suhu ruang dan berkembang menjadi dua kalinya setiap 20 menit. Maka dari itu kampanye kepada masyarakat harus secara konsisten diupayakan agar masyarakat dapat menerima daging beku/dingin untuk dikonsumsi agar masyarakat memperoleh haknya dalam memperoleh pangan yang aman dan sehat.Lebih lanjut Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner juga menyampaikan, bahwa “saat ini pemerintah terus melakukan upaya penyeimbangkan supply demand pangan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Daging dan Telur Ayam Ras, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2018 Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 59/M-Dag/Per/8/2016 Tentang Ketentuan Ekspor Dan Impor Hewan Dan Produk Hewan”. “Kedua regulasi tersebut mengatur tentang penerapan rantai dingin sebagai penanganan pasca panen daging sapi maupun daging ayam ras yang di dalamnya termasuk penggunaan cold storage.Penyimpanan daging dalam bentuk beku diharapkan dapatmenjadi bufferstock untuk menyeimbangkan supply-demand daging”. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, mendukung upaya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perdagangan pada acara Seminar Nasional dalam rangka konsolidasi dengan asosiasi pelaku usaha, forum penggerak PKK, dan Dinas Daerah terkait upaya penerapan rantai dingin yang berkelanjutan dengan tema bertema “Cold Chain System Menjadikan Daging Beku yang Aman, Sehat, dan Halal (ASUH) untuk Konsumsi Masyarakat dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2018, di Bogor. Dalam diskusi ini Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner menyampaikan “dari forum diskusi ini diharapkan adanya harmonisasi kesepahaman terkait motivasi di antara sektor, baik Pemerintah (terkait motivasi keamanan & stabilitas), Konsumen (terkait harga dan kemudahan akses/ketersediaan), dan Pelaku Usaha (terkait kepastian usaha), sehingga strategi pendekatan dengan melibatkan semua sektor dapat lebih efektif mendukung upaya tersebut” #red’18. #DirektoratKesehatanMasyarakatVeteriner Kementerian Pertanian RI Raih Penghargaan Dalam Upaya Pengendalian Resistensi Antimikroba Di Indonesia
Oleh : drh. Imron Suandy, MVPH (Kepala Seksi Monitoring dan Surveilans) Kesungguhan Pemerintah Indonesia dalam upaya pengendalian Resistensi Antimikroba (AMR) di sub sektor peternakan dan kesehatan hewan diapresiasi oleh dunia.Penghargaan diberikan oleh Third World Network (TWN) dalam acara Regional Workshop Antibimicrobial Resistance (AMR) Asia Tenggara di Penang-Malaysia tanggal 26-28 Maret 2018.TWN merupakan organisasi internasional yang bergerak di bidang alternatif kajian dan penyusunan rekomendasi kebijakan. TWN memberikan penghargaan kepada Pemerintah Indonesia atas keberhasilannya membangun kebijakan yang baik dalam pengendalian penggunaan antibiotik di sub sektor peternakan dan kesehatan hewan.Penghargaan tersebut seyogyanya diterima oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, namun karena Dirjen PKH berhalangan hadir maka diwakilkan oleh Ketua KomitePengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan RI. Workshop yang diselenggarakan atas kerjasama TWN Malaysia & South Center Geneva didukung oleh Fleming Fund. Hadir dalam workshop tersebut perwakilan Departemen Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian di seluruh Asia. Beberapa delegasi dari Kementerian Kesehatan di kawasan regional dan para ahli kesehatan hewan internasional juga turut hadir dalam workshop tersebut untuk bersama-sama membahas langkah-langkah strategis yang dapat diformulasikan sebagai rekomendasi regional dalam pengendalianancaman resistensi antimikroba.Penghargaan ini diberikanberdasarkan pada upaya Pemerintah Indonesia dalam merespon resolusi global untuk memerangi laju perkembangan resistensi antimikroba. Dalam beberapa tahun terakhir ini, Indonesia dipandang sebagai salah satu Negara di Asia yang selangkah lebih maju dalam melakukan upaya terkait kebijakan pengendalian resistensi antimikroba di sub sektor peternakan dan kesehatan hewan. Hal ini dikaitkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan sebagai implementasi dari amanat Undnag-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 khususnya terkait dengan pelarangan penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan atau growth promoter di usaha peternakan. Langkah ke arah penerapan kebijakan tersebut dilaporkan telah menjadi kunci sukses, dimana Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama-sama dengan berbagai asosiasi pelaku usaha terkait (asosiasi peternakan, asosiasi obat hewan, dan asosiasi pengusaha pakan) membangun proses komunikasi dan menetapkan target bersama.Disamping itu, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Pertahanan dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional penanggulangan AMR melalui pendekatan One Health. Bentuk kerjasama dalam kegiatan juga diupayakan dengan institusi pendidikan tinggi dan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO of the United Nations) dalam melakukan kampanye peningkatan kepedulian masyarakat tentang ancaman AMR. Dengan diraihnya penghargaan ini diharapkan dapat menambah semangat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian serta pemangku kepentingan lainnya untuk terus semangat dan berkarya dalam upaya pengendalian resistensi antimikroba di Indonesia (red’18). Pemerintah Memberikan “Karpet Merah” Bagi Pelaku Usaha Yang Melakukan Ekspor Produk Hewan
Oleh : drh. Jayanti, drh. Eko Susanto MSi dan drh. Lili Darwita (Subdit Sanitari dan Standardisasi, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner) Sumber Ilustrasi :http://ditjennak.pertanian.go.id Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan perekonomian negara melalui penerimaan devisa. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI meningkatkan upaya kerjasama bilateral dengan negara lain untuk membuka peluang ekspor produk hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yakin bahwa ekspor produk olahan asal hewan Indonesia dipastikan mampu menembus pasar negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Pelaku usaha yang bergerak dibidang peternakan khususnya produk hewan di Indonesia telah mampu memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh negara-negara calon penerima produk hewan seperti Jepang, Singapura, Myanmar, Australia, Malaysia, Brunei Darussalam, Timor Leste, Papua Nugini dan sebagainya. Produk hewan yang diekspor berupa produk pangan asal hewan dan juga produk hewan non pangan. Berdasarkan sertifikat veteriner yang diterbitkan oleh Direktorat Kesmavet nilai ekspor produk hewan pada tahun 2017 sebesar USD. 87.844.568,00. Produk hewan asal Indonesia telah berhasil menembus 40 negara di dunia. Hal tersebut membuktikan bahwa produk hewan yang dihasilkan oleh negara kita secara teknis bisa diterima oleh negara-negara lain. Produk asal hewan yang akan diekspor memiliki daya saing yang baik untuk dapat menembus pasar bebas ASEAN dan negara-negara lainnya. Hal ini dikarenakan salah satu syarat yang yang harus dipenuhi oleh eksportir yaitu memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV). NKV ini merupakan salah satu bentuk penjaminan pemerintah terhadap pemenuhan persyaratan kelayakan dasar dalam sistem jaminan keamanan pangan produk hewan, yang menjadi suatu keharusan bagi setiap unit usaha yang akan mengekspor produk hewannya. Sumber Ilustrasi : http://www.pertanian.go.id Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai penghubung antara pelaku usaha dengan negara-negara tujuan ekspor, berupaya secara maksimal untuk meyakinkan negara-negara tersebut bahwa produk hewan yang akan diekspor aman untuk mereka. Selain itu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan terus mendorong para pelaku usaha untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan dalam proses produksi sehingga mampu bersaing di pasar dunia. Dengan adanya kemudahan bagi pelaku usaha untuk melakukan ekspor produk hewan, diharapkan nilai ekspor produk hewan terus meningkat sehingga dapat menambah devisa negara#red18 #Direktoratkesehatanmasyarakatveteriner Coming Soon “ Lembaga Pemeriksa Halal” Produk Hewan Pangan
Langkah Penjaminan Pemerintah Bagi Konsumen Terhadap Kehalalan Produk Hewan Pangan Bagi Produk Yang Dipersyaratkan Oleh : drh. Jayanti, drh. Eko Susanto MSi dan drh. Lili Darwita (Subdit Sanitari dan Standardisasi, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner)
Permintaan pangan hewani (daging, telur, madu, gelatin, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup, kesadaran gizi dan tingkat pendidikan. Di era globalisasi saat ini, produk hasil peternakan kita dituntut untuk mampu bersaing bukan hanya di dalam negeri (bersaing dengan produk impor) akan tetapi juga terutama untuk merebut pasar internasional. Masyarakat pun semakin menuntut persyaratan mutu serta kehalalan produk hewan pangan yang dikonsumsi terjamin dengan baik. Persyaratan kehalalan produk hewan menjadi hal terpenting, hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 18 tahun 2009 juncto Undang-Undang No. 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang mengamanatkan bahwa produk hewan yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal. Mengingat produk yang beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya, maka Pemerintah berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Kesehatan Masyarakat, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, berupaya untuk memberikan jaminan kehalalan pada konsumen melalui fasilitasi Pembentukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) Produk Hewan. LPH ini nantinya akan melaksanakana tugas yang diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk memeriksa atau menguji kehalalan produk hewan. Hasil pemeriksaan oleh LPH akan disampaikan ke BPJPH untuk dimintakan fatwa oleh MUI sebelum diterbitkan sertifikat halal oleh BPJPH. LPH Produk Hewan Direktorat Kesehatan masyarakat Veteriner akan bekerjasama dengan laboratorium terakreditasi misalnya dalam hal pengujian DNA Babi yaitu Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH). Dalam membangun LPH produk hewan wajib memiliki minimal 3 auditor halal tersertifikasi oleh MUI. Dengan adanya LPH Produk Hewan yang didirikan oleh Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, diharapkan semua produk hewan pangan yang beredar di masyarakat terjamin kehalalannya, sehingga dapat tercipta ketentraman batin masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan asal hewan #red18. #Direktoratkesehatanmasyarakatveteriner |
Sekapur SirihAssalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Kami dengan rasa gembira menyambut partisipasi Anda di situs web kami. Sejalan dengan semakin berkembangnya tuntutan masyarakat terhadap fungsi dan peran Kesehatan Masyarakat Veteriner serta seiring kemajuan teknologi informasi saat ini maka situs ini akan kami gunakan untuk melayani dan menghubungkan Anda dengan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Polling KesmavetMenjadi Direktorat yang Mampu Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Veteriner Profesional dalam Menjamin Kesehatan dan Ketentraman Bathin Masyarakat. PengunjungWe have 10 guests and no members online Video
Pengelolaan dan Pelaksanaan Kurban Yang Benar, Aman, dan Nyaman
-------------------------------------------------------------
Cara Memilih Hewan Kurban Yang Baik
-------------------------------------------------------------
Metode Perobohan dan Pemotongan Hewan (Sapi)
-------------------------------------------------------------
Desain Fasilitas Pemotongan Hewan Kurban(Portable)
-------------------------------------------------------------
Pemeriksaan Antemortem Postmortem
-------------------------------------------------------------
Kesejahteraan Hewan Kurban
-------------------------------------------------------------
Nomor Kontrol Veteriner (NKV)
-------------------------------------------------------------
Dialog Penerapan Kesejahteraan Hewan
-------------------------------------------------------------
Waspada Penyakit Zoonosis
-------------------------------------------------------------
Ayam dan Hormon
-------------------------------------------------------------
Penggunaan Antimikrobial Yang Bijak
-------------------------------------------------------------
Artikel Ilmiah Populer
Sebaran Pengunjung |